Minggu, 18 Januari 2009

Christian Snouck Hurgronje (1857-1936)


Christian Snouck Hurgronje (1857-1936)



Pengamatan Snouck terhadap Aceh sebenarnya sudah dimulai saat ia berada di Mekkah. Dia tertarik melihat orang Arab sering memperbincangkan Perang Aceh. Orang Aceh cukup banyak dan begitu fanatik dalam melawan Belanda. Ia ingin sekali menyumbangkan usulan ilmiah kepada pemerintah guna menundukkan Aceh. Hal yang segera disampaikan kepada pemerintah Belanda, adalah mengusahakan pemisahan Islam dan politik di negeri jajahan. Para jamaah haji diawasi, karena berpotensi membawa ide pan-Islamisme ke Aceh. Ini bertentangan dengan kepentingan Belanda.


Setelah kembali ke Leiden selama dua tahun, Snouck menawarkan diri untuk ditugaskan ke Aceh. Dia pun masih terus berkorespondensi dengan ulama-ulama Serambi Mekkah. Jabatan lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal penelitian kepada Gubernur Jenderal segera diajukan pada 9 Februari 1888. Niatnya didukung penuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP), juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang. Snouck segera berangkat. Tempat yang dituju adalah Aceh. Sayang, begitu sampai di pelabuhan Penang (Malaya), Gubernur Van Teijn melarangnya masuk Aceh, pada 1 April 1889. Alasannya, Snouck bergaul dengan kaum pelarian dan berusaha masuk ke Aceh secara gelap. Akhirnya Snouck meluncur ke Batavia (Jakarta) dan tiba pada 11 Mei 1889.

Sebenarnya, Snouck mau melakukan tugas penting ke Aceh (1889) atas perintah Belanda. Ini sangat rahasia, ia naik kapal pos Inggris sampai ke pantai Sumatra. Melalui Pelabuhan Penang ia masuk pedalaman Aceh sampai ke istana sultan dengan cara memanfaatkan tradisi menghormat sesama Muslim yang dikenalnya di Mekkah. Tapi di pihak lain, perjalanan itu dianggap mata-mata oleh militer Belanda di Aceh. Mereka keberatan, maka ia harus dipulangkan.


Di Batavia, Snouck bekerja sebagai pegawai pemerintah. Snouck langsung akrab dengan pribumi Batavia, termasuk ulama. Ini membuat Direktur PAP terkesan dan mendesak Gubjen C. Pijnacker Hordijk agar mengabulkan permohonan penelitian itu. Keluarlah beslit yang mengizinkan Snouck melakukan penelitian selama dua tahun, sejak 16 Mei 1889, disusul beslit Raja Belanda pada 22 Juli 1889. Bahkan ia diangkat menjadi Penasihat urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam sejak 15 Maret 1891. Sejak menjadi penasihat itu, naluri politik Snouck mulai mempengaruhi posisinya sebagai ilmuwan. Meja kerja penasihat terus menggiring pemikirannya untuk selalu menyertakan tendensi politis di setiap analisisnya. Sifat seorang ilmuwan yang mengedepankan objektivitas dalam diri Snouck mulai luntur. Menurut Schroder, ilmuwan Belanda, tangan kotor Snouck telah jauh terlibat dalam fungsi politik kolonial.Pada tanggal 9 Juli 1891, Snouck ke Aceh, bahkan menetap di Kutaraja Aceh. Ia menjadi orang "kepercayaan" Van Heutz, jenderal Aceh yang kemudian menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1904-1909). Pengamatannya menghasilkan tulisan Atjeh Verslag, berisi laporan kepada Belanda tentang alasan mengapa Aceh harus diperangi.


Sekitar tujuh bulan kemudian kembali ke Batavia. Pekerjaannya bertambah menjadi Penasihat urusan Pribumi dan Arab. Lembaga yang didirikan 1899 ini bisa dipandang sebagai cikal bakal Departemen Agama.


Snouck Hurgronje menikah dengan wanita pribumi berasal dari jawa barat dan dikaruani seorang putra bernama Yusuf. Namun setelah menikah, Snouck Hugronje dipanggil pulang ke Belanda. Pengembaraannya berakhir 1906 dan kembali ke Belanda. Pada 1910. Di Belanda, ia kawin dengan Ida Maria, putri seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr AJ Gort. Setelah dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Leiden pada 1907 (tiga tahun setelah menikah), ia menekuni profesi sebagai penasihat Menteri Urusan Koloni. Pekerjaan ini diemban hingga akhir hayatnya, 16 Juli 1936.



Di ambil dari Wikipedia Bahasa Indonesia.


Ket.gambar : Sebuah acara Tablig Islam di kampung Kwitang Jakarta dimana Snouck hadir


Tidak ada komentar: