Kamis, 29 Januari 2009

Amir Syarifuddin- Sejarah Gelap Indonesia (Tapian Edisi Februari 2009)

Salam TAPIAN


Ketika orang belum membayangkan pengkotakan dalam garis agama suatu ketika akan memperumit pembangunan bangsa ini, dalam diri tokoh nasional asal Padang Lawas ini terbaca suatu simbol pemersatu. Namanya menunjukkan dia seorang Islam, tetapi toh agamanya Kristen. Cintanya juga lebih besar dari adat yang purba. Dia mempersunting istri yang juga bermarga Harahap. Rubrik Sudut Pandang TAPIAN bulan ini menyuguhkan laporan tentang nasib tragis Amir sampai-sampai istri, anak-anak, dan sanak-saudaranya dilarang memugar kuburannya.

Bagaimanakah seseorang ingin dikenang dalam sejarah? Dibuatkan patung atau lebih merasa dimuliakan kalau mereka yang ditinggalkan mengenang karya-karya yang telah diciptakannya? Apa jawab Sitor Situmorang, raja penyair dari Tanah Batak, yang akan merayakan ulangtahunnya yang ke-85, Oktober mendatang, di Jakarta dan bukan di Paris? Dalam rubrik Sosok terasa dia masih ”beteng,” yang dengan cekatan berdiri dan meninju meja untuk membela pendiriannya, membawa ingatan pembaca pada hangatnya hati orang Batak kalau terlibat perdebatan di kedai kopi atau pakter tuak.

Penggolongan masyarakat Bali dalam kasta-kasta hanyalah peninggalan penjajah Belanda. Di Bali, sudah lama tumbuh semangat egaliterianisme, di mana seseorang dipandang bukan dari kedudukan kastanya, tetapi dari hasil kerjanya. Kasta adalah pilihan. Seorang Sudra bisa menjadi seorang Brahmana. Lihatlah betapa manisnya kenyataan zaman sekarang, I Made Mangku Pastika yang adalah Sudra, sementara wakilnya adalah seorang Kesatria. Ikuti rubrik Spiritualitas.

Cafe-cafe halak kita tumbuh menjamur di Jakarta. Para pengunjungnya tentulah mereka yang punya waktu dan uang untuk mengatasi tekanan pekerjaan dengan merebahkan diri pada alunan musik dan suasana yang menghibur. Rubrik Musik sekali ini tidak berbicara mengenai musik, tetapi mengantarkan kepada para pembaca kabar tentang betapa kerasnya hidup para musisi yang tampil di cafe-cafe. Mereka seperti menghamba mengharap saweran, pulang menerjang malam yang dingin, lebih gigih dari kelelawar.

Ada berita di rubrik Kabar Kita tentang penghormatan khusus untuk Nommensen, yang telah membawa peradaban baru ke Tanah Batak. Orang-orang penting yang menduduki posisi pemerintahan, atau di luarnya, para seniman, dan para pebisnis yang jaya sekarang ini, barangkali juga tak lupa pada jasa ”Rasul Orang Batak” itu.

Ingat gitaris dan rocker Sonata Tanjung yang pernah main untuk grup AKA dan SAS? Di rubrik Pesohor dia tampil bukan sebagai rocker lagi, tapi sebagai pendeta dan pembina musik di sebuah gereja di Surabaya. Tangannya lumpuh disengat listrik. Hanya doa yang telah memulihkan tangannya itu. Sebagai rasa syukur dia mengabdikan bakat dan hidupnya untuk gereja.

Di rubrik Wisata tampil perupa Heri Dono yang diajak raun-raun menikmati Medan dan keindahan Danau Toba. Sebuah legenda tetap menunjungi Anda. Dan, hidangan rasanya tak sempurna kalau tak ada analisa permainan akhir yang disuguhkan Om Galung.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

gimana bisa beli bukunya?