Senin, 17 November 2008

Raja Napatar (Cucu tertua Sisingamangaraja XII)

Wawancara dengan Raja Napatar cucu tertua Sisingamangaraja XII


Konon jabatan Raja Sisingamangaraja adalah hasil musyawarah dari enam marga besar Si Onom Ompu yaitu; Bakara, Sinambela, Sihite, Simanullang, Marbun dan Purba. Di Bale ni Onan, prosesi ini dilaksanakan untuk mempersiapkan upacara margondang, lalu meminta kesediaan putera Raja Si Singamangaraja untuk mereka gondangi.

Setiap calon Sisingamangaraja terlebih dahulu memakai ulos batak Jogia Sopipot dan mengangkat pinggan pasu berisi beras sakti beralaskan ulos, sebagai syarat-syarat martonggo. Lalu calon raja diminta memanggil gondang. Lalu dilanjutkan martonggo meminta turunnya hujan. Itulah salah satu prosesi yang harus dilalui Raja Sisingamangaraja.

Tanpa melebih-lebihkan Raja Sisingamangaraja XII, Dialah raja yang tegas konsisten lakukan perlawanan terhadap Belanda. Tak berlebihan jika di kemudian hari ia mendapat gelar pahlawan Nasional.

Beberapa waktu lalu, wartawan TAPIAN Hotman Jonathan Lumbangaol , Jeffar Lumban Gaol, dan Chris Poerba berkesempatan mewawancara cucu Sisingamangaraja XII, Raja Napatar.

Ramah. Tidak ada basa-basi, seperti namanya Napatar yang berarti tidak ada yang disembunyikan. Kesan pertama bertemu dengan pria kelahiran Siborongborong 13 Mei 1941 adalah orang yang bersahabat. Suami dari boru Pakpahan dan ayah tiga orang anak ini agak serius kalau diajak ngomong. Demikianlah wawancara kami dengan Beliau;

Apa yang paling mengesankan yang pernah Anda alami sebagai cucu Raja Sisingamangaraja XII?

Ketika di Bandung semasa kuliah tahun 60-an. Pernah ada sandiwara Sisingamangaraja XII, saya ditunjuk memerankan Sisingamangaraja, tidak ada yang mengetahui saya adalah cucu Sisingamangaraja XII. Lalu, saat pergelaran berlangsung, undangan dari Jakarta melihat saya. “Kalian tahu siapa yang memerankan Sisingamangaraja itu?” kata salah satu undangan. Waktu itu sutradaranya orang Jawa, tidak mengenal saya.

Mereka heran, “pantas dia sangat tahu sejarahnya,” kata mereka. Mengapa saya tidak mengenalkan diri? Karena saya inginkan masyarakat mengenal Sisingamangaraja bukan saya. Itu yang mengesankan.

Saat itu, ada seorang pelukis melukis Sisingamangaraja di tembok. Lukisannya persis. Sampai sekarang saya tidak tahu dimana lukisan itu. Yang saya ingat waktu itu seorang pejabat tentara orang Batak menyimpannya. Sebelum dilukis, pelukis ini mewawancarai saya seperti apa Sisingamangaraja itu. Acara diadakan di Gedung Nusantara Bandung. Itulah penghargaan mereka. Tetapi di Bandung tidak ada jalan Sisingamangaraja, hanya di Yogya yang ada (tertawa).

Sebagai keturunan Raja Sisingamangaraja XII apakah Anda pernah mengalami hal-hal yang misteri?

Saya kira tidak pernah. Hanya Raja Sisingamangaraja yang bisa melakukan mujizat, bukan keturunannya. Namun, jika ada hanya orang lainlah yang bisa melihat itu, bukan kami.

Mengapa tulang belulang Sisingamangaraja XII dipindahkan dari Pearaja (Tarutung) ke Soposurung (Balige). Mengapa justru tidak ke Bakara sebagai asal muasal Sisingamangaraja XII?

Sebenarnya yang membuat itu adalah Soekarno. Tahun 1953 Soekarno datang ke Balige dengan naik Helikopter. Dia berpidato di Lapangan sekarang disebut Stadion Balige. Dalam pidatonya yang terakhir ia mangatakan bahwa “Balige ini bagi saya sangat mengesankan. Pertama, karena ia sangat indah. Kedua, di Balige ini yang pertama dicetuskan orang Batak perang melawan Belanda”.

Setelah itu, ia menanyakan kuburan Sisingamangaraja XII. Ada yang menjawab di Tarutung. Soekarno bertanya lagi, kenapa tidak dipindahkan ke Balige? Dari sinilah perang Batak yang terkenal itu, itu kata Soekarno. Sejak dari situ menjadi diskusi para tokoh Batak masa itu, termasuk salah satu anaknya Sisingamangaraja XII Raja Sabidan ketika itu menjabat sebagai Kepala BRI Sumatera Utara setuju.

Jadi, dibuatlah rapat. Sebab kuburan di Tarutung dianggap sebagai makam tawanan. Jadi, Sisingamangaraja XII tidak lagi dilihat sebagai Sisingamangaraja XII, tetapi Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional.

Anda masih ingat prosesi pemindahan makam ketika itu. Umur berapa Anda waktu itu?

Saya masih ingat ketika itu saya berumur sekitar 12 tahun. Sejak dari Tarutung rombongan pembawa tulang belulang itu dikawal haba-haba (angin puting beliung). Sementara rombongan hampir tiba di Balige, angin puting beliung itu berjalan mendahului prosesi yang membawa tulang belulang sang raja. Dan menyapu bersih semua kotoran yang ada di sekitar makam. Lalu angin itu menunjukkan tempat yang menjadi makam Sisingamangaraja XII. Ini fakta karena saya melihat sendiri kejadian itu. Tidak banyak orang tahu tentang hal itu.

Ketika prosesi pemindahan tulang belulang raja Sisingamangaraja XII itu Soekarno datang?

Oh nggak. Hanya waktu itu ia mengirim telegramnya mengucapkan selamat. Waktu itu kami hanya empat orang cucu laki-laki. Saya dan dua adik saya tambah Raja Patuan Sori, ayah dari Raja Tonggo. Katika itu hanya tinggal satu anak, ayah saya Raja Barita.

Jadi, istri Sisingamangaraja XII ada lima; boru Simanjuntak, boru Situmorang, boru Sagala, boru Nadeak, boru Siregar. Boru Siregar sebenarnya adalah istri dari abangnya, setelah Raja Parlopuk. Yang ada keturunannya sampai sekarang hanya dari raja Buntal dan Raja Barita. Sementara dari Patuan Anggi anaknya Pulo Batu meninggal saat umur tiga tahun. Ia meninggal dalam pengungsian, jatuh ke jurang dengan pejaganya.

Saat itu, rombongan Sisingamangaraja XII pisah-pisah. Namun, beberapa kali ada datang pada kami mengaku-gaku “Ahu do Pulo Batu” (Sayalah si Pulo Batu). Tetapi tidak masuk akal. Masih muda mengaku-ngaku. Sebab, kalaulah ia benar seharusnya sudah lebih tua dari ayah saya. Jadi kami tidak percaya. Jadi sekarang cucu Sisingamangaraja XII hanya 5 orang lagi. Sayalah yang paling tua.

Apa yang membuat Sisingamangaraja XII tertangkap?

Sebenarnya, menurut cerita bahwa Sisingamangaraja XII tertangkap karena ada tiga orang yang berhianat. Kalau dulu Pollung, Hutapaung terkenal sebagai pendukung Sisingamangaraja XII. Maka tidak pernah Belanda bisa berhasil tembus ke daerah ini. Lalu, di Samosir Ompu Babiat Situmorang, ia dengan pasukkannya juga raja yang dengan teguh melawan Belanda. Kalau mereka bertemu Belanda, mereka akan dibunuh. Kulitnya kan dijadikan tagading. Sampai sekarang ini masih ada di Harianboho. Jadi merekalah Panglima pasukkan Sisingamangaraja XII untuk menghancurkan Belanda. Lalu di Dairi. Disana ada gua Simaningkir, Parlilitan. Ia di bawah air terjun. Dari tengah-tengahnya ada pintu masuk. Inilah dipercaya sebagai Benteng Sisingamangaraja XII melatih semua pasukkannya.

Dari mana Sisingamangaraja XII membiayai pasukaannya?

Dia tidak memungut pajak. Tetapi katanya di daerah Dolok Pinapan antara Parlilitan dan Pakkat di sana ada tambang emas.

Soal kepahlawan Si boru Lopian?

Dulu, beberapa kali rohnya si Lopian datang ke orang-orang tertentu. Sejak kami memindahkan saring-saring (tulang belulang) Sisingamangaraja XII ke Soposurung, Balige. “Pasombuon muna do holan ahu di tombak on (tegakah kalian membiarkan aku sendiri di hutan ini,” katanya. Sebab, semua keturunan Sisingamangaraja XII yang meninggal dipembuangan baik di Kudus, di Bogor, Jawa Barat kami sudah satukan di makam keluarga persis dibelakang Tugu Sisingamangaraja XII. Oleh karena itu, kami pergi ke Dairi, ke Aek Subulbulon untuk mengambil tulang belulangnya Lopian.

Tetapi tidak mungkin lagi diambil kan? Karena, konon dia juga ditenggelamkan ke dalam sungai Sibulbulon dan di timbun dengan tanah. Kami hanya mengambil secara adat, hanya segumpal tanah untuk dibawah ke Soposurung. Sejak itu tidak pernah lagi boru Lopian trans pada siapapun.

Saat pengambilan, kami juga mendapat ancaman bupati dan masyarakat setempat. Mereka tidak mau bahwa kuburan Lopian dipindahkan. “Sampe adong do istilah tikkini sian harungguan ikkon seketton nami angka namacoba mambuat i. (Kami akan bertindak jika ada yang mencoba mengambil kuburan Lopian).” Namun, akhirnya setelah kita berikan pengertian mereka minta kami untuk mangolosi mereka. 43 margalah mereka yang harus diulosi. Sebenarnya mereka mau minta, perjuangan Sisingamangaraja XII di Dairi tidak boleh dilupakan. Saya jawab, sebenarnya bukan kami yang menentukan. Tetapi kalau bupati meminta kuburan Lopian di Dairi kami tidak menolak.

Sementara beberapa tahun yang lalu Tarnama Sinambela mendirikan patung Si Boru Lopian di Porsea.

Bisa anda ceritakan bagaimana prosesi pengangkatan Raja Sisingamangaraja XII?

Untuk menjadi pengemban Raja Sisingamangaraja ada prosesinya. Saat Raja Sisingamangaraja XI wafat. Raja Parlopuk anak sulung yang harus menjalankan tampuk pemerintahan. Namun semuanya harus karena kesepakatan SI Onom Ompu. Sebab sudah tiga kali dilaksanakan pesta margondang, namun Raja Parlopuk tidak bisa membuktikan syarat-syarat yang diminta. Seperti memanggil hujan. Sementara Patuan Bosar bisa memenuhinya. Waktu itu ia masih ke Aceh, dari sanalah ia bisa mengerti bahasa Arab. Dan bergaul dengan orang-orang Aceh. Ia pulang dari Aceh saat ayahnya sudah meninggal. Sebenarnya Ia tidak mau menjadi Raja, hanya karena masyarakat setempat memaksa ia harus mau menerimanya.

Jadi di Sisingamangaraja XI lah yang menulis pustaha kerajaan 24 jilid. Jadi hanya dalam kepemimpinan Sisingamangaraja XI lah ada penulisan tentang sejarah. Dan buku ini sudah di bawa ke Belanda dan masih ada di museum Belanda. Kami pernah meminta ke Belanda. Tapi menurut mereka, mereka ingin memberikan itu jika sudah ada gedung yang ber- AC. Tetapi karena belum ada kemampuan keluarga hal ini masih terkatung-katung.

Mengapa tidak ada yang meneruskan Sisingamangaraja ke-XIII?

Sebenarnya karena tidak ada yang meminta. Sebab jabatan Sisingamangaraja itu ditentukan oleh enam marga tadi. Biasanya dilakukan penunjukkan di Onan Bale, Di Bakara. Biasanya dalam acaranya, dibunyikan gondang. Pengangkatan Sisingamangaraja juga selalu karena ada masalah genting; ada penyakit atau musim paceklik. Ketika itu menurut mereka hanya jabatan Sisingamangaraja yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Sionom Ompu itu siapa. Apakah keturunan Si Raja Oloan?

Bukan. Yang disebut Sionom Ompu di Bakkara itu adalah marga Bakkara, Sinambela, Sihite, Simanullang dan tambah dua marga lain Marbun dan Purba. Itulah marga penghuni Bakkara. Bukan Siraja Oloan. Sebab Naibaho dan Sihotang itu di Samosir. Dan mereka itulah raja-raja di Bakkara.

Bagaimana pendapat amang tentang beberapa pendapat dinasti Sisingamangaraja yang tidak hanya berasal dari satu Marga. Ada yang mengatakan Sisingamangaraja itu hanya roh, bisa datang kepada siapa saja?

Bisa jadi. Hanya dari 1 sampai duabelas jelas semuanya dari marga Sinambela. Memang sejak semula kelahiran Sisingamangaraja pertama hasil pernikahan Bona Ni Onan dengan boru Pasaribu, ia lahir setelah 19 bulan. Tetapi kalau disebut tidak mesti Sinambela, saya kira harus dari keturunan Sisingamangaraja. Saya kira harus dari induknya.

Apakah benar keluarga Sisingamangaraja XII yang dipaksa memeluk agama Kristen?

Tahun 1907 semua keturunan Sisingamangaraja ke XII masuk sebagai Tawanan di Pearaja Tarutung. Lalu, ada marga Tobing mengajari mereka untuk agama Kristen setelah itu dibaptis. Ketika itu tinggal 5 anak raja Sisingamangaraja XII. Raja Buntal, Pakilin dan yang lain setelah besar dan disekolahkan ke Jawa. Sebenarnya untuk pembuangan. Sebab, Belanda melihat jika besar takutnya nantinya jadi berpengaruh. Jadi mereka dua orang Di Batavia, satu di Jatinegara, satu lagi di daerah Glodok. Lalu di Bogor, di Kudus mati meninggal disana dan satu di Bandung. Raja Buntal ketika itu lulus dari sekolah hukum. Setelah mereka selesai masa belajar mereka pulang lagi ke Tapanuli. Raja Buntal ditempatkan sebagai wakil Zending Tapanuli mewakili Belanda di Daerah Toba. Sementara Ayah saya (Raja Barita) ditempatkan menjadi camat di Teluk Dalam Nias. Sepulang dari Teluk dalam, ayah saya menikah dan ditempatkan di Tarutung. Dan perkawinannya dibiayai Belanda di Porsea. Dengan semua resepsi Adat Batak. Belanda membawa es cream dari Pematang Siantar. Jadi semua undangan makan es cream waktu itu. Sementara Raja Buntal menikah juga dibiayai Belanda hanya dengan gaya Belanda.

Siapa Raja Tobing itu?

Jadi karena terimakasih dari ompung boru Sagala terhadap kebaikan Raja Henokh Tobing, diberikanlah putrinya Sunting Mariam menikah dengan putranya. Sementara Raja Pontas Tobing memberikan tanah tahanan keluarga di Pearaja Tarutung. Raja Pontas dianggap mengkhianati Sisingamangaraja XII. Satu waktu, Raja Pontas memanggil Sisingamangaraja XII untuk mendamaikan Raja Pontas dengan saudaranya. Begitu Sisingamangaraja XII muncul yang datang ternyata Belanda. Sebenarnya bukan masalah Kristen, tetapi karena ia menjadi mata-mata Belanda. Dengan raja Pontas-lah Sisingamangaraja XII bermasalah. Sekarang, keturunan dari raja ini minta tanah ini kembali digugat (bersebelahan dengan Pusat HKBP), dekat Rumah Raja Pontas. Saya bilang, itu tanah yang diberikan Belanda, tetapi tanah itu kami yang meninggali. Berikutnya pemerintah memberikan bahwa yang menempatilah yang memiliki hak kepemilikan. Maka itu hak kami.

Sejak kapan Sisingamangaraja XII melakukan perang terhadap Belanda?

Setelah Belanda menjadikan Tarutung tahun 1876 sebagai daerah jajahan Belanda.Tahun 1877 rapat raksa di Balige atas reaksi Sisingamangara untuk menentang Belanda. Semua raja-raja Toba dikumpulkan. Keputusan rapat tersebut ada tiga. Pertama, Kita akan perang dengan Belanda, Kedua, Kita tidak anti terhadap Zending. Kita harus membuka hubungan diplomatik dengan suku bangsa yang lain. Ketika itu Barita Mopul dan Raja Babiat ikut untuk rapat itu.

Dari sanalah dimulai perang melawan Belanda. Itulah yang disebut perang Pulas. Dimulai di Bahal Batu daerah Humbang, Lintong Nihuta. Dilanjutkan di Tangga Batu, Balige. Pertempuran Pertama Sisingamangaraja XII masih bisa mengalahkan Belanda. Lalu perang di Balige Sisingamangaraja XII mundur menjadikan perang Gerilya. Tahun 1883 hampir seluruh daerah Toba dikuasai Belanda. Menyingkirlah Sisingamangaraja XII ke arah Dairi.

Kalau tempat-tempat kramat Sisingamangaraja masikah dilestarikan sampai saat ini?

Hariara parjuaratan, disanalah Sisingamangaraja pertama dulu bergantungan, Ini masih ada. Di bawahnya itu ada komplek kerajaan Sisingamangaraja. Di bawa komplek ini ada Batu Siukkap-Ukkapon.

Masa Nippon ini pernah dicoba selidiki. Tali ini diulurkan dua gulung, tali diikatkan sampai habis tidak sampai menyentuh tanah. Konon setiap kerbau yang disembelih darahnya dimasukkan kedalam batu siukkap ukkapon. Sementara tombak Sulu sulu itu berada di lokasi perkampungan marga Marbun. Saat ini mereka sudah berikan tanda-tanda tombak Sulu-sulu. Jadi ada disana disebut tempat pemujaan. Jadi kalau marpangir (keramas) di batu inilah berjemur. Lalu dekat pantai ini ada Aek Sipanggolu (air kehidupan). Lalu dekat Aek Sipanggolu ini ada namanya Batu Hudulhundulan dikenal tempat istirahat Raja Sisingamangaraja. Dan didekatnya ada Hariara. Katanya kalau cabangnya patah menandakan telah meninggal Sisingamangaraja. Kalau ada rantingnya yang patah itu berarti keturunannya yang meninggal. Katanya kalau ada dari keluarga raja ini berpesta, maka daun-daunnya akan menari- nari terbalik. Sisingamangaraja XI makamnya ada di Bakkara.

Apa arti lambang Sisingamangaraja itu?

Kalau yang putih mengambarkan “Partondi Hamalimon” mengambarkan tetang agama. Kalau yang merah Parsinabul dihabonaran yang berarti menyunjung tinggi kebenaran. Kalau yang bulat mengambarkan “Mataniari Sidomppakkon” matahari yang tidak bisa ditentang mengambarkan kekuasaan Sisingamangaraja. Sementara delapan sudut ini mengambarkan delapan penjuru angin (desa Naualu) dukungan dari delapan desa. Sementara pisau yang kembar menggambarkan keadilan sosial. Itu semua ada sejak Sisingamangaraja pertama.

Kalau Piso Raja Dompak itu sekarang dimana?

Di Museum Nasional. Saya juga baru tahun lalu melihat itu. Sebelum acara pesta 100 tahun Sisingamangaraja XII kami diajak melihat Piso Gajah Dompak itu. Kami diantar ke tempatnya Piso Gajah Dompak itu, saya kenalkan diri. Saya melihat sarungnya sudah lapuk. Gajah itu memang ada. Saya ingat dulu yang menyimpan Piso Gajah Dompak ini Sunting Mariam putrinya yang nomor dua. Dia meninggal 1979. Dulu saya ingat pesannya bahwa di ujung pangkal pisau ini ada permata merah. Lalu kepala museum mengelap dan memang kelihatan mutiara merah.

Kalau dulu Piso Raja Dompak itu memang selalu dibawa?

Selalu dibawa. Memang itulah kekuatannya, salah satu penambah keyakinan.

Kalau foto aslinya Sisingamangaraja XII ada nggak sebenarnya?

Tidak ada foto aslinya. Dulu waktu dia meninggal dengan anaknya Patuan Nagari dan Patuan Anggi di Sionomhudon. Jadi di bawa Belanda melalui Salak, Sionomhudon, Parbuluan, Paropo, Panguruan Balige dan Tarutung. Waktu itu belum ada jalan tele yang tembus ke Dolok Sanggul. Di Balige ketiga mayat itu di buka. Keadaan mayat sudah bengkak. Dan setelah dipotret dibawah ke Tarutung ternyata potretnya ketiga tidak berhasil. Kalau potret dari Sisingamangaraja XI justru ada potretnya. Disimpan seorang pensiunan polisi di Medan bermarga Marbun. Dulu, saat Kadiman sebagai kepala Brimob Sumatera Utara, maka lambang Brimob dijadikan Patuan Nagari dan Anggi.

Sekarang berapa keturunan Sisingamangaraja XII?

Kalau laki-laki hanya tinggal 14 orang lagi. Satu, Raja TonggoTua. Baru keturunan Raja Barita. Kami ada 5 orang tambah anakku dua menjadi tujuh orang. Anak adikku yang kedua, adikku yang ketiga mempunyai tiga anak dan yang ke-empat dan terakhir satu-satu, total hanya 14. Kecuali putrinya. Sembilan orang putrinya. Jadi kalau ikut keturunan dari putri dan bere-nya tidak sampai seratus orang. Sekarang kami sudah buat tarombo-nya Sisingamangaraja XII, karena selama ini banyak yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Raja Sisingamangaraja. Selama ini orang selalu menganggap keturunan Sisingamangaraja XII. Jadi kalau keturunan Sisingamangaraja XII hanya inilah.

Memang kalau ada yang mengaku keturunan raja Sisingamangaraja mungkin sekali, tetapi bukan keturunan Sisingamangaraja XII. Sebab, pernah ada kejadian di Taman Mini dalam satu acara disebutkan “masukka ma keturunan ni Raja Sisingamangaraja marhoda putih”, lalu ada saudara semarga Sinambela yang bukan keturunan Sisingamangaraja melihat hal ini. Orang mengaku-ngaku keturunan Sisingamangaraja ini langsung takut dan tidak jadi naik kuda putih karena ditegor. Dan saya kira, tidak masuk akal. Bukan keturunannya yang berkuda putih tetapi raja Sisingamangaraja XII. Jadi, meskipun saya keturunannya saya tidak bisa merasa punya sahala (karisma) raja itu.***


Dimuat Majalah TAPIAN Edisi November

Tidak ada komentar: