Master Plan Pusat Informasi Majapahit yang menghebohkan itu
anuv chaviddy
anuv chaviddy
Dugaan perusakan situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto, menjadi perhatian utama dalam dua hari terakhir ini. Sebagai orang yang jauh dari lokasi, saya juga tidak tahu pasti soal kebenaran tuduhan itu.
Yang ingin ditegaskan dalam artikel ini adalah pertanyaan singkat mengapa intelektual -terutama dari jurusan sejarah dan arkeologi- dari beberapa universitas yang selama ini begitu garang berdemo untuk urusan politik justru diam jika masalah yang terjadi berkaitan dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan yang menjadi fokus kajiannya saat ini? Padahal, situasi perusakan situs Majapahit diberitakan ''mengerikan" .
Kita sering tercenung, mengapa ketika, misalnya, ada isu lemak babi dalam makanan tertentu, demo yang terjadi begitu heroik. Sebaliknya, jika ada kasus pembalakan hutan atau perusakan lingkungan, mereka diam saja.
Dari titik itu, seolah ada pemisahan antara hal-hal yang bersifat ''ibadah" ritual dan kehidupan sehari-hari serta pemisahan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Demikian pula, para ilmuwan dari perguruan tinggi seolah bersembunyi dengan ancaman terhadap sumber-sumber sejarah dan ilmu pengetahuan itu, sebaliknya jika ada isu politik.
Fakta tersebut barangkali bisa ditafsirkan, masyarakat ilmiah yang selama ini tekun di kampus hanya menghadapi ''ritual" pencarian ijazah dan tidak sedang mencari nilai-nilai kebenaran ilmu pengetahuan, apalagi mengembangkan dan menemukan. Logikanya, jika ''mainan" utamanya dirusak, seorang anak akan menangis, bahkan bisa mengamuk.
Situs Trowulan adalah aset sejarah yang nilai-nilai di dalamnya luar biasa besar karena Majapahit merupakan kerajaan penting di tanah air yang membawa misi besar. Situs itu mestinya menjadi salah satu ''mainan" para (calon) ilmuwan sejarah dan arkeologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar